Jumat, 12 Juli 2019

Perspektif Etika Bisnis Dalam Ajaran Islam dan Barat, Etika Profesi.


PERSPEKTIF ETIKA BISNIS DALAM AJARAN ISLAM DAN BARAT, ETIKA PROFESI

Hasil gambar untuk logo gundar

KELOMPOK 4
1. GUSNIA ORLANDA                    ( 13216107 )
2. HAGA FELICIA                           ( 13216157 )
3. M. DAVI IBRAHIM                     ( 14216766 )
4. NINDA OCTAVIA S                    ( 15216437 )
5. SRI INDRIYANI ANGELINA      ( 17216143 )
6. TRISHA ANADYA                      ( 17216447 )
KELAS : 3EA23


1.       Beberapa Aspek Etika Bisnis dalam Islami
Terdapat beberapa ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam :
       a.            Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, omoge menjadi keseluruhan yang omogeny, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
      b.            Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”
       c.            Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu di buka lebar.Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
      d.            Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. Untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
       e.            Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
2.       Teori Ethical Egoism
Dalam teori ini memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa pula berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
Teori Ethical Egoism, Teori ini hanya melihat diri pelaku sendiri, yang mengajarkan bahwa benar atau salah dari suatu perbuatan yang dilakukan seseorang, diukur dari apakah hal tersebut mempunyai dampak yang baik atau buruk terhadap orang itu sendiri. Apa dampak perbuatan tersebut bagi orang lain, tidak relevan, kecuali jika akibat terhadap orang lain tersebut akan mengubah dampak terhadap pelaku yang bersangkutan.
Contoh etikal egoism

a.  Menyelamatkan mangsa lemas – walaupun perkara ini adalah membahayakan diri sendiri namun demikian ganjaran dalam bentuk wang atau penghormatan dalam memotivasikan individu dalam melaksanakan perkara tersebut.
b.  Pergi ke luar negara untuk membantu mangsa peperangan – walaupun perlu mengorbankan masa dan tenaga namun oleh kerana ganjaran dan tajaan yang disediakan oleh pihak tertentu maka seseorang dapat melaksanakan perkara ini.

3.                 Teori Relativisme
Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relatif. Sejalan dengan arti katanya, secara umum relativisme berpendapat bahwa perbedaan manusia, budaya, etika, moral, agama, bukanlah perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan karena faktor-faktor di luarnya. Sebagai paham dan pandangan etis, relativisme berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang dan budaya masyarakatnya. Ajaran seperti ini dianut oleh Protagras, Pyrrho, dan pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik.
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban etika tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu menggunakan kriterianya masing-masing dan berbeda setiap budaya atau negara.
4.                 Konsep Deontology
Deontology berasal dari bahasa yunani Deon yang berarti kewajiban atau sesuatu yang harus. Etika deontology ini lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik menurut teori ini tindakan baik bukan berarti harus mendatangkan kebaikan namun berdasarkan baik pada dirinya sendiri jikalau kita bisa katakan ini adalah mutlak harus dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang.
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :
1.      Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban.
2.      Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
3.      Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Akibat dari suatu tindakan tidak pernah diperhitungkan untuk menentukan kualitas moral suatu tindakan. Hal ini akan membuka peluang bagi subyektivitas dari rasionalisasi yang menyebabkan kita ingkar akan kewajiban-kewajiban moral.
Contoh kasus dari etika deontologi :
       a.            Jika seseorang diberi tugas dan melaksanakannya sesuai dengan tugas maka itu dianggap benar, sedang dikatakan salah jika tidak melaksanakan tugas.
      b.            Suatu tindakan bisnis akan dinilai baik oleh etika deontologi bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik bagi pelakunya melainkan karena tindakan itu sejalan dengan kewajiban si pelaku untuk misalnya menberikan pelayanan terbaik untuk semua konsumennya, untuk mengembalikan hutangnya sesuai dengan perjanjian , untuk menawarkan barang dan jasa dengan mutu sebanding dengan harganya.
5.       Pengertian Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasaYunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap atau permanen”.
Definisi yang sangat luas, profesi adalah sebuah pekerjaan yang secara khusus dipilih, dilakukan dengan konsisten, kontinu ditekuni, sehingga orang bisa menyebut kalau dia memang berprofesi di bidang tersebut. Definisi lebih sempit, profesi adalah pekerjaan yang ditandai oleh pendidikan dan keterampilan khusus. Sedangkan definisi yang lebih khusus lagi, profesi ditandai oleh tiga unsur penting yaitu pekerjaan, pendidikan atau keterampilan khusus, dan adanya komitmen moral atau nilai-nilai etis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: “Profesi : bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejujuran, dan sebagainya tertentu.” Menurut Sonny Keraf (1998) : “Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan tinggi dan dengan melibatkan pribadi (moral) yang mendalam.”
6.       Kode Etik
Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai dan juga aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar, baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa saja yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan perbuatan apa yang harus dihindari. Atau secara singkatnya definisi kode etikya itu suatu pola aturan, tatacara, tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan atau suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Tujuan kode etik yaitu agar profesional serta memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Kita dapat mengambil contoh pentingnya kode etik bagi seorang tenaga profesional yang berprofesi sebagai seorang guru. Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri, antara lain :
1.      Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
2.      Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan pemerintah.
3.      Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.
4.      Penberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.
Jadi Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dengan teman kerja, murid dan wali murid, pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya. Menurut Oteng Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru dengan teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik. Sebuah kode etik menunjukkan penerimaan profesi atas tanggung jawab dan kepercayaan masyarakat yang telah memberikannya. Etika hubungan guru dengan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupa helping relationship (Brammer, 1979), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta didik. Dengan ditandai adanya perilaku empati,penerimaan dan penghargaan, kehangatan dan perhatian, keterbukaan dan ketulusan serta kejelasan ekspresi seorang guru. Ada 8 yang menjadi Tujuan Kode Etik Profesi, yaitu ;
       a.            Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
      b.            Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
       c.            Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
      d.            Untuk meningkatkan mutu profesi.
       e.            Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
       f.            Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
      g.            Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
      h.            Menentukan baku standarnya sendiri.
Ada pun yang menjadi penyebab mengapa terjadi pelanggaran kode etik yaitu :
       a.           tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dri masyarakat
   b.      organisasi profesi tidak di lengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk   menyampaikan keluhan
    c.        rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi, karena buruknya  pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri
      d.          belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya
       e.           tidak adanya kesadaran etis da moralitas diantara para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya
Fungsi dari Kode Etik Profesi, yaitu :
  1.  Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang  digariskan.
  2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan
  3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
  4. Alasan Mengabaikan Kode Etik Profesi:
      -        Pengaruh sifat kekeluargaan
      -        Pengaruh jabatan
      -        Pengaruh konsumerisme
Upaya Yang Mungkin Dilakukan Dalam Pelanggaran Kode Etik Profesi
1.      Klausul penundukan pada undang-undang
                              a.            Setiap undang-undang mencantumkan dengan tegas sanksi yang diancamkan kepada pelanggarnya. Dengan demikian, menjadi pertimbangan bagi warga, tidak ada jalan lain kecuali taat, jika terjadi pelanggaran berarti warga yang bersangkutan bersedia dikenai sanksi yang cukup memberatkan atau merepotkan baginya. Ketegasan sanksi undang-undang ini lalu diproyeksikan dalam rumusan kode etik profesi yang memberlakukan sanksi undang-undang kepada pelanggarnya.
                        b.        Dalam kode etik profesi dicantumkan ketentuan: “Pelanggar kode etik dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan undang- undang yang berlaku “.
2.   Legalisasi kode etik profesi
  1. Dalam rumusan kode etik dinyatakan, apabila terjadi pelanggaran, kewajiban mana yang cukup diselesaikan oleh Dewan Kehormatan, dan kewajiban mana yang harus diselesaikan oleh pengadilan
  2. Untuk memperoleh legalisasi, ketua kelompok profesi yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat agar kode etik itu disahkan dengan akta penetapan pengadilan yang berisi perintah penghukuman kepada setiap anggota untuk mematuhi kode etik itu.
  3.  Jadi, kekuatan berlaku dan mengikat kode etik mirip dengan akta perdamaian yang dibuat oleh hakim. Apabila ada yang melanggar kode etik, maka dengan surat perintah, pengadilan memaksakan pemulihan itu
          Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi:
·         Sanksi moral
·         Sanksi dikeluarkan dari organisasi
7.                 Prinsip Etika Bisnis
       a.            Prinsip Tanggungjawab
yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggungjawab atas profesi yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggungjawab dan akan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, dan dengan standard diatas rata-rata, dengan hasil maksimal serta mutu yang terbaik.
      b.            Prinsip Keadilan
yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam kaitannya dengan profesi yang dimilikinya.
       c.            Prinsip Otonomi
yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri. Karena hanya mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.
      d.            Prinsip Integritas Moral
yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah juga orang yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh karena itu mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat luas.


Daftar pustaka